Rabu, 01 Agustus 2007

Membangun Citra Partai Islam

*) Catatan tentang disorientasi partai Islam

Kelahiran kembali banyak partai di negeri ini tak pelak lagi memunculkan kerancuan jati diri dan citra partai oleh ketiadabedaan yang jelas antar satu partai dengan partai lainnya. Kemiripan ide yang dilontarkan hingga pola koalisi lintas platform dan bersifat sesaat semakin mengaburkan citra. Bukan hanya antar partai berbasis nasionalis ataupun antar partai berbasis Islam, bahkan partai berbasis Islam pun mulai sulit dibedakan dengan partai berbasis nasionalis.
Faktor pembeda yang nampak saat ini bukanlah terletak pada ke-khas-an platform dan program gerak partai tetapi lebih pada basis social massa dan ormas underbow-nya, misalnya PKB – NU, PAN – Muhammadiyah, PKS – Tarbiyah. Akan tetapi sebaliknya basis massa tersebut bisa diperebutkan oleh beberapa partai, misalnya pada warga Muhammadiyah bukan hanya ada PAN tetapi juga PBB, PPP, juga PKS. Begitu juga pada basis massa NU bisa ada PKB, PPP dan mungkin yang lainnya.
Citra bagi sebuah partai sangatlah berarti untuk menguatkan image di benak rakyat, apalagi jika dikaitkan dengan pemungutan suara. Eksistensi partai di kancah percaturan politik ditentukan terutama oleh pemilih. Partai yang kuat daya tariknya bagi masyarakat akan eksis dan yang lemah bisa ditinggalkan masyarakat.
Cara yang biasanya digunakan partai untuk mengangkat citranya misalnya dengan memasang public figure semisal ulama atau cendekiawan yang dikenal luas, mantan petinggi militer, atau setidaknya artis bahkan pelawak. Atau dengan memblow-up publikasi dengan berbagai media, membuat jargon, event bantuan social bernuansa politis, atau bahkan permainan isu murahan.
Hal yang lebih mendasar dalam membangun ikatan partai dengan konstituennya sangat minimal atau bahkan tidak dilakukan. Partai sebagai institusi tentunya memperjuangkan suatu konsep pemikiran politik Islam untuk menata masyarakat. Jika konsep pemikiran ini bisa dipahami oleh masyarakat minimal kader dan simpatisannya tentu akan menjalin ikatan yang lebih kokoh. Dalam hal ini berarti partai melakukan fungsi edukasi kepada masyarakat yang akan berimbas kepada kuatnya dukungan oleh kesamaan visi dan pandangan.
Yang kedua adalah pendekatan partai kepada rakyat untuk mengetahui kondisi dan menyerap aspirasi. Dengan demikian ada sinergi perjuangan antara partai dan rakyat.
Selanjutnya diperlukan keseriusan dalam mencermati dan mengkoreksi kebijakan–kebijakan yang tidak menguntungkan masyarakat apalagi bertentangan dengan syariat. Dan tentunya juga harus dibarengi dengan keteladanan dari para aktivis partai dan menjaga dari perpolitikan kotor dan tindakan tercela sebagai bagian dari dakwah.
Dengan pola pendekatan seperti ini tentunya akan lebih mengokohkan citra partai dalam benak pemikiran dan perasaan masyarakat secara permanent, bukan sekedar kedekatan sesaat menjelang pemungutan suara.
...ilal-khoiri...